Demokrasi Dalam Pandangan Islam
DEMOKRASI DALAM PANDANGAN ISLAM
Oleh:
T. Moh Fadhillah
Secara etimologis, kata demokrasi (dari
bahasa Yunani) adalah bentukan dari dua kata demos (rakyat) dan cratein
atau cratos (kekuasaan dan kedaulatan), perpaduan kata demos dan cratein atau
cratos membentuk kata demokrasi yang memilki pengertian umum sebagai sebuah
bentuk pemerintahan rakyat (government of the people) dimana kekuasaan
tertinggi terletak ditangan rakyat dan dilakukan secara langsung oleh rakyat atau
para wakil mereka melalui mekanisme pemilihan yang berlangsung secara bebas.
Secara subtansial, demokrasi adalah – seperti yang dikatakn oleh Abraham
Lincoln – suatu pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat.[1]
Batasan demokrasi menurut pengertian secara
harfiah diatas menimbulkan kontradiksi dalam pemahamannya, karena dalam
pengertian demikian berarti yang berjumlah lebih banyak memerintah yang
jumlahnya lebih sedikit, sedangkan dalam kenyataannya adalah sebaliknya, yaitu
yang berjumlah lebih sedikit memerintah, yang berjumlah lebih banyak
diperintah. Mengenai pengertian ini Jean Rousseau mengemukakan:[2]
“Kalau dipegang arti kata seperti diartikan
umum, maka demokrasi yang sungguh-sungguh tidak pernah ada dan tidak ada.
Adalah berlawanan dengan kodrat alam, bahwa yang berjumlah terbesar memerintah,
sedangkan yang paling sedikit harus diperintah”
Norma – norma yang menjadi pandangan
hidup demokrasi[3],
yaitu:
a.
Pentingnya
kesadaran akan pluralisme
b.
Musyawarah
c.
Pertimbangan
moral
d.
Pemufakatan yang
jujur dan sehat
e.
Pemenuhan
segi-segi ekonomi
f.
Kerjasama antar
warga masyarakat dan sikap mempercayai itikad baik masing – masing
Dalam konsep demokrasi, pemerintahan
suatu negara merupakan pemerintahan oleh rakyat. Hanya saja, dalam pengertian zaman
sekarang, pengertian disini tidak lagi diharuskan bersifat langsung melainkan
dapat pula bersifat tidak langsung atau perwakilan (representative goverment).
Atas dasar prinsip demikian itulah, kekuasaan pemerintahan dibagi-bagi ke dalam
beberapa fungsi, yang atas pengaruh Montesquieu, terdiri atas funsi-fungsi
legislative, eksekutif, dan judikatif. Dalam negara yang menganut kedaulatan
rakyat, pembagian ketiga fungsi itu tidak dapat mengurangi makna bahwa yang
sesungguhnya berdaulat adalah rakyat. Semua fungsi kekuasaan itu tunduk pada
kemauan rakyat yang disalurkan melalui institusi yang mewakilinya.[4]
Demokrasi dalam islam pada dasarnya
mempunyai berbagai macam penafsiran. Para cendikiawan muslim membahas hubungan
islam dengan demokrasi melalui dua pendekatan: normatif dan empiris. Pada dataran
normatif, mereka mempersoalkan nilai-nilai demokrasi dalam sudut pandang ajaran
Islam. Sementara pada dataran empiris, mereka menganalisis implementasi
demokrasi dalam praktek politik dan ketatanegaraan.
John L. Esposito dan James P. Piscatori
mengatakan bahwa Islam bisa digunakan untuk mendukung demokrasi maupun
kediktaroran, republikanisme maupun monarki, sehingga pernyataan ini dapat
mengidentifikasi tiga pemikiran. Pertama, Islam menjadi sifat dasar
demokrasi karna konsep syura’, ijtihad, dan ijma’ merupakan konsep yang sama
dengan demokrasi. Kedua, menolak bahwa Islam berhubungan dengan
demokrasi. Dalam pandangan ini, kedaulatan rakyat tidak bisa terdiri di atas
kedaulatan Tuhan, juga tidak bisa disamakan antara Muslim dan Non-Muslim serta
antara laki-laki dan perempuan. Hal ini bertentangan dengan prinsip equality
dalam demokrasi. Ketiga, sebagaimana pandangan pertama bahwa Islam
merupakan dasar demokrasi, meskipun kedaulatan rakyat tidak bisa bertemu deangan
kedaulatan Tuhan, perlu diakui bahwa kedaulatan rakyat tersebut merupakan
subordinasi hukum tuhan. [5]
Namun dalam pandangan Habib Rizieq,
demokrasi itu haram, bahkan lebih bahaya daripada babi. Menurutnya Demokrasi
lebih bahaya dari babi. Jika colek babi itu terkena najis mughaladah, dan jika
dimakan dagingnya kita akan berdosa namun tidak jatuh kafir. Namun jika
demokrasi dibenak kaum muslimin maka dia ridha hukum Allah dipermainkan, maka
dia bisa murtad, keluar dari Islam. Demokrasi bisa memurtadkan kita.
Sedangkan Prof. Dr. H. M. Quraish
Shihab membantah dengan menyatakan bahwa
ditengah masyarakat ada anggapan bahwa Islam jauh dari demokrasi. Karenanya,
Islam sering dibenturkan dengan demokrasi. Padahal sesungguhnya Islam bukan
hanya mendukung tapi mensyaratkan demokrasi. Menurutnya, Islam jelas bukan
hanya mendukung, dia mensyaratkan. Kalau mendukung, ini seakan-akan datang dari
luar yang didukung. Sebenarnya, demokrasi yang diajarkan Islam justru lebih
dulu, lebih jelas dari pada demokrasi yang berasal dari barat (Yunani). Islam
bukan hanya mendukung, tapi bisa menjadikan prinsip ajaran dalam kehidupan
bermasyarakat, apa yang kita kenal pilar dalam Islam dengan syura atau
dipadankan dengan demokrasi. Dalam Islam, yang dinamakan syura adalah pada
mulanya berarti mengeluarkan madu pada sarangnya. Jadi, orang-orang demokrasi
itu dipersamakan dengan lebah yang menghasilkan madu, lebah punya keistimewaan,
dia tidak makan kecuali yang baik. Dia tidak menganggu. Kalaupun dia menyengat,
sengatan obat. Hasilnya selalu baik, bermanfaat. Itulah yang dicari. Kemudian
dari syura lahirlah mencari pendapat yang baik seperti baiknya madu.di manapun
madu ditemukan, itu kita ambil. Baik dari yang mendengar pendapat maupun yang
menyampaikan pendapat.[6]
Dalam Islam mengajarkan manusia tidak
hanya hal-hal spiritual (ibadah), namun juga masalah akhlak dan muamlat
manusia. Oleh karena itu, dalam penyelenggaraan dan pengisian negara termasuk
dalam pengertian modern Negara-bangsa, Al-Qur’an memberikan pesan-pesan yang
lebih subtansial yaitu menawarkan nilai etik dan moral daripada bersifat formal
yaitu menekankan bentuk Negara atau formal politik. Menurut Yusdani,
prinsip-prinsip kenegaraan yang terdapat dalam Al-Qur’an antara lain[7]
bahwa:
1.
Kekuasaan
sebagai Amanah
Dalam surah Annisa ayat 58 yang
artinya: sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang
berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum diantara
manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Seseungguhnya Allah adalah Maha
Mendengar lagi Maha Melihat.
2.
Musyawarah
sebagai Dasar Pengambilan Kekuasaan
Dalam surah Asy Syuura ayat 38 yang
artinya: dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan
mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara
mereka dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada
mereka.
3.
Keadilan Harus
Ditegakkan
Surah An-nisa ayat 135 yang artinya:
Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang benar-benar penegak
keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu
bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu
kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin
menyimpang dari kebenran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau
enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah dalah maha mengetahui segala apa
yang kamu kerjakan. Dan ada juga pada ayat lain seperti surah Al-maidah ayat 8.
4.
Adanya prinsip
Persamaan
Dalam surah Al-mukmin ayat 13 yang
artinya: Dialah yang memperlihatkan kepadamu tanda-tanda (kekuasaan)-Nya dan
menurunan untukmu rezeki dari langit. Dan tiadalah mendapat pelajaran kecuali
orang-orang yang kembali (kepada Allah).
5.
Pengakuan
Terhadap HAM
Dalam surah Al-Israa’ ayat 30 yang
artinya: Dan janganlah kamu mebunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya),
melainkan dengan suatu alasan yang benar. Dan barang siapa dibunuh secara
zalim, maka sesungguhnya Kami telah member kekuasaan kepada ahli warisnya,
tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungghnya ia
adalah orang yang mendapat pertolongan. Dan juga ada pada ayat 70 dengan surah
yang sama tentang pengakuan terhadap HAM.
6.
Perdamaian
Dalam surah Al-Baqarah ayat 190,
artinya: Dan perangilah di jalan Allah orang yang memerangi kamu, (tetapi)
jangan kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
melampaui batas.
Dalam surah Al-anfaal ayat 61,
artinya: Dan jika mereka condong kepada perdamaian,
maka condonglah kepadanya dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah
yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Dalam penjelasan mengenai demokrasi
dalam keangka konseptual Islam, Esposito mengatakan bahwa kesesuaian demokrasi
dengan Islam dapat dikembangkan melalui beberapa aspek khusus dari ranah social
dan politik. Seperti banyak konsep dalam politik tradisi barat, istilah –
istilah ini tidak selalu dikaitkan dengan pranata demokrasi dan mempunyai
banyak konteks dalam wacana Muslim dewasa ini. Demokrasi Islam dianggap sebagai
sistem yang mengukuhkan konsep – konsep islami yang sudah lama berakar, yaitu
konsep Syura, Ijma’, Maslahah, dan Ijtihad.[8] Adapun
hubungan antara Islam dan demokrasi yaitu seperti berikut[9]:
a.
Syura dalam
konsep demokrasi
Secara historis, konsep syura dalam
sejarah Islam telah ada jika menunjuk pertemuan di Bani Sa’idah segera setelah
Nabi Muhammad SAW wafat. Menurut Fazlur Rahman kejadian itu sebagai pelaksaan
prinsip syura yang pertama. Kejadian ini kemudan diikuti dengan pidato
pelantikan Abu Bakar sebagai khalifah pertama. Dalam pidato pelantikannya itu,
secara kategoris ia menyatakan bahwa dirinya telah menerima mandat dari rakyat
yang memintanya melaksanakan Al-Quran dan Sunnah. Abu Bakar juga menyatakan
bahwa ia melaksanakan Al-Quran dan Sunnah, ia perlu didukung terus. Tetapi
bilamana ia melakukan pelanggaran berat maka ia harus diturunkan. Konsep syura
dan demokrasi, Fazlur Rahman juga berpendapat bahwa institusi semacam syura
telah ada pada masyarakat Arabia pra-Islam. Waktu itu, para pemuka suku atau
kota menjalankan urusan bersama melalui permusyawaratan. Institusi inilah yang
kemudian didemokrasikan oleh Al-Quran, yang menggunakan istilah syura.
Perubahan dasar yang dilakukan Al-Quran adalah mengubah syura dari sebuah
institusi suku menjadi institusi komunitas, karena ia menggantikan hubungan
darah dengan hubungan iman.
Perlunya musyawarah merupakan
konsekuensi politik prinsip kekhalifahan maanusia. “perwakilan rakyat dalam
sebuah negara Islam tercermin terutama dalam doktrin musyawarah (syura). Karena
semua muslim yang dewasa dan berakal sehat, baik pria dan wanita adalah khalifah
(agen) Tuhan, mereka mendelegasikan
kekuasaan mereka kepada penguasa dan pendapat mereka harus diperhatikan dalam
menangani permasalahan negara”. Ayatullah Baqir Al-Sadr menegaskan bahwa
musyarawah adalah hak rakyat. “rakyat sebagai khalifah Allah berhak mengurus
persoalan mereka sendiri atas dasar prinsip musyawarah” dan ini termasuk
“pembentukan mejelis yang para anggotanya adalah wakil – wakil rakyat yang
sesungguhnya. Dengan demikian syura menjadi unsur operasional yang menentukan
dalam hubungan antara Islam dan demokrasi.
Namun akan berbeda ketika wakil rakyat
yang telah dipilih tersebut tidak menggambarkan apa yang menjadi keinginan
rakyat yang diwakilinya. Oleh karena itu, seorang wakil rakyat harus benar –
benar mewakili setiap kebutuhan rakyat yang harus diperjuangkan. Jika wakil
rakyat hanya mewakili golongannya tentu sudah menyalahi dari konsep demokrasi
itu sendiri.
Piagam Madinah merupakan konstitusi
demokrasi Islam pertama dalam sejarah pemerintahan konstitusional. Para
intelektual muslim sepakat bahwa prinsip syura adalah sumber etika demokrasi
Islam. Mereka menyamakan konsep syura dengan konsep demokrasi modern.
b.
Ijma’ dalam
konsep demokrasi
Ijma’ atau kesepakatan telah lama
dijadikan sebagai salah satu sumber bagi hukum Islam walaupun dibatasi oleh
para cendikiawan Muslim. sedangkan ijma’ atau kesepakatan rakyat mempunyai
makna yang kurang begitu penting. Namun di era modern, potensinya lebih besar.
Dalam hal ini ijma’ dan demokrasi dipandang sebagi landasan yang efektif bagi
demokrasi Islam modern. Konsep ini memberikan dasar bagi penerimaan sistem yang
mengakui suara mayoritas. Para cendikiawan Muslim menyatakan bahwa dalam
sejarah Islam tidak ada rumusan yang pasti mengenai struktur negara dalam
Al-Quran, oleh karna itu kekuasaan suatu negara mencerminkan kehendak
rakyatnya. Sebab seperti yang pernah ditekankan oleh para ahli hukum klasik, legitimilasi pranata
– pranata negara tidak berasal dari sumber tekstual, tetapi didasarkan prinsip
ijma’.
c.
Maslahah dalam
konsep demokrasi
Dalam demokrasi maslahah menjadi
penting ketika berbenturan dengan kebebasan individu dan persamaan HAM. Konsep
ini memberikan penilaian terhadap kepentingan umum didahulukan daripada
kepentingan pribadi. Mereka yang menyalahgunakan maslahah memang tidak bisa
dipungkiri. Mereka menggunakan maslahah sebagai metode untuk menetapkan hukum
tanpa mengindahkan batasan – batasan dan kaedah – kaedah yang baku. Akibatnya
terjadilah kekacauan dalam menetapkan hukum Islam dalam masyarakat.
d.
Ijtihad dalam
konsep demokrasi
Ijtihad diterapkan pada pertanyaan –
pertanyaan yang tidak tercakup oleh Al-Quran dan Sunnah, tidak dengan taqlid,
atau dengan analogy langsung (qiyas). Ijtihad dianggap oleh pemikir Musllim
sebagai kunci pelaksanaan kehendak Allah dalam waktu dan tempat tertentu.
Bentuk demokrasi menurut Fazlur Rahman
dapat berbeda – beda menurut kondisi yang ada dalam suatu masyarakat. Untuk
dapat memilih suatu demokrasi yang sesuai dengan keadaan dengan keadaan sutu
masyrakat Islam tertentu. Peranan ijtihad menjadi menentukan.
[1] A. Ubaedillah
dan Abdul Rozak, Pendidikan Kewarganegaraan (civic Education) Demokrasi, HAM,
dan Masyrakat Madani (Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah dan Pranata Media
Group, 2013)hal.
[2] Subandi
Al-Marsudi, Pancasila dan UUD’45 Dalam Paradigma Reformasi (Jakarta:
RajaGrafindo Nusantara, 2001)hal.81
[3] Asep Sulaiman,
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, (Bandung: Asman Press, 2012)hal.113
[4] Prof. Dr.
Jimly Asshiddiqie, S.H., Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, (Jakarta:
Konstitusi Press, 2006) hlm 145-146
[5]
https://www.academia.edu/9914804/Demokrasi_dalam_Konsep_Islam
[6]
Babel.kemenag.go.id/index.php?a=berita&id=123877
[7]
https://www.academia.edu/9914804/Demokrasi_dalam_Konsep_Islam
[8] Ibid
Tidak ada komentar:
Silahkan Anda Berkomentar Dengan Baik dan Sopan.
~Pesan Komentar Yang Menyertakan Link Hidup,SPAM,JUNK ,dan sejenisnya ,akan Saya Hapus Dari Postingan ini.
~Bagi Yang Meng-Follow Blog Ini,Jangan Lupa Dikonfirmasi Agar Saya Bisa Meng-Follow sobat kembali
~Maaf juga jika saya sering kali tidak membalas komentar dari Anda
Komentar Anda sangat bermanfaat untuk perkembangan blog ini. Terima Kasih!!!